Pangeran Diponegoro adalah seorang bangsawan dari Kesultanan Yogyakarta
dan merupakan putra Sultan Hamengkubuwono III. Pada zamannya, wilayah
kekuasaan Kerajaan Mataram khususnya Kesultanan Yogyakarta menjadi
semakin sempit karena banyak daerah yang di ambil alih oleh pemerintah
kolonial Belanda. Di lingkungan istana Yogyakarta sendiri terdapat dua
golongan, satu golongan berpihak kepada pemerintah kolonial Belanda,
sementara pihak lain menentang pemerintah Belanda. Pangeran Diponegoro
merupakan salah satu bangsawan yang menentang kolonial Belanda karena
telah melihat berbagai penindasan yang mereka lakukan kepada rakyat.
Beliau akhirnya lebih memilih untuk mengasingkan diri dari istana dan
menetap di Desa Tegalrajo, Yogyakarta. Di Desa inilah Pangeran
Diponegoro menjalani hidup sebagai rakyat biasa namun diam-diam mulai
menyusun kekuatan untuk melawan Belanda.
Penyebab Perang Diponegoro
1. Semakin menyempitnya daerah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta.
2. Penderitaan rakyat akibat kerja rodi dan diberlakukannya berbagai macam pajak.
3. Tindakan Belanda yang sering ikut campur dalam urusan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta.
4. Masuknya budaya barat yang bertentangan dengan Islam dan budaya setempat.
5. Munculnya beberapa pejabat istana yang berkhianat dan mendukung Belanda.
6. Dibongkarnya makam leluhur Pangeran Diponegoro secara sepihak oleh Belanda.
Jalannya Perang
Saat menghadapi Belanda, Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang
gerilya dan memusatkan pertahanannya di Goa Selarong. Penggunaan
strategi perang gerilya ini terbukti cukup berhasil karena pasukan
Diponegoro mempu mendesak Belanda hingga ke daerah Pacitan.
Belanda yang mulai kewalahan menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro
akhirnya menerapkan strategi benteng stelsel, yaitu dengan mendirikan
beberapa benteng di daerah yang sudah berhasil dikuasai dan
menghubungkan tiap benteng dengan jalan sehingga akan memudahkan
komunikasi.
Penggunaan strategi benteng stelsel oleh belanda mampu mempersulit
pergerakan pasukan Diponegoro sehingga setiap pasukan hanya bisa
bertahan di daerah masing-masing. Banyak pasukan Pangeran Diponegoro
yang tertangkap, terbunuh, maupun menyerahkan diri karena terus
terdesak. Meskipun terus terdesak, Pangeran Diponegoro bersama para
pendukung fanatiknya terus melakukan perlawanan.
Tahun 1828, Kiai Mojo salah satu penguasa pendukung Pangeran Diponegoro
berhasil ditangkap oleh Belanda dan di asingkan ke Minahasa sampai
wafatnya. Setahun kemudian, Sentot Prawirodirjo menyerah kepada belanda
dan bersama pasukannya dikirim ke Sumatera Barat untuk memadamkan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol. Namun Sentot Prawirodirjo akhirnya
ditangkap oleh belanda dan diasingkan ke Bengkulu sampai akhir hayatnya
karena ia dan pasukannya malah memihak kepada Tuanku Imam Bonjol.
Meskipun terus terdesak, Pangeran Diponegoro bersama para pendukung
fanatiknya terus melakukan perlawanan meski pemerintah Belanda
menjanjikan uang sebesar 20.000 ringgit bagi siapa saja yang berhasil
menangkapnya hidup atau mati. Jendral De Kock sebagai panglima tertinggi
pasukan Belanda terus berupaya membujuk Pangeran Diponegoro agar mau
berunding dengan Belanda. Akhirnya Pangeran Diponegoro menerima tawaran
tersebut dan perundingan dilaksanakan di Magelang, tanggal 28 Maret
1830. Namun ketika proses perundingan sedang berlangsung, secara licik
Belanda menangkap Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro kemudian
dibawa ke Batavia, kemudian diasingkan lagi ka Manado, lalu dipindahkan
ke Makassar sampai beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855. Sejak
penangkapan Pangeran Diponegoro secara licik oleh Belanda tersebut, maka
berakhir pula lah sejarah panjang Perang Diponegoro yang sangat legendaris tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar