Kekayaan negara beribukota Bandar Seri Begawan itu,berasal dari penjualan minyak
buminya yang menyumbang 92 persen dari total pendapatan nasional. Ladang minyak terpenting Brunei, terdapat di Seria, sebuah kawasan pesisir. Selain itu di ladang minyak lepas pantai Kuala Belait, Jerudong dan Ampar.
Dari sumur-sumur minyak itu, Brunei memproduksi 200-an ribu barrel minyak per hari. Angka itu di bawah produksi minyak Indonesia yang mencapai 1,5 juta barrel per hari. Namun wilayah Brunei yang hanya 5.765 km2 dan dihuni oleh 300-an ribu penduduk, membuat kemakmuran yang dicapai Brunei jauh di atas kemakmuran Indonesia. Pendapatan perkapita Brunei mencapai 15 ribu dolar AS per tahun.
Namun yang memutar roda perekonomian Brunei, bukanlah penduduk asli yang bersuku bangsa Melayu. Orang Cina menguasai perdagangan dan orang Inggris menguasai industri di negara yang wilayahnya dibatasi oleh Laut Cina Selatan di utara dan Malaysia di selatan, barat dan timur.
Masjid Bandar Sri Begawan
Kemakmuran yang dinikmati warga Brunei, menjadikan negara itu memiliki stabilitas politik dan ekonomi yang tinggi. Selain itu, mayoritas masyarakat juga cenderung tidak berpolitik. Mereka menyerahkan berbagai urusan pada negara di bawah kepemimpinan Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan juga merangkap jabatan sebagai perdana menteri kepala pemerintahan dan menteri dalam negeri. Sedangkan jabatan strategis lainnya diserahkan pada adik-adik dan keluarga kerajaan.Semula Brunei merupakan sebuah kerajaan kecil yang sempat berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Pada masa kejayaan Majapahit, Brunei memiliki hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa dan di Kepulauan Nusantara lainnya seperti Sambas, Kutai, Banjar dan Bugis.
Brunei mengubah bentuk kerajaan menjadi kesultanan bersamaan dengan masuknya Islam ke sana, pada abad ke-15. Tahun-tahun berikutnya menjadi masa kejayaan kesultanan tersebut. Daerah kekuasaannya meluas hingga ke Filipina selatan. Saking jayanya, satu catatan sejarah menyebutkan Brunei menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para perompak. Pasalnya, tak ada armada yang berani menyambangi Brunei.
Sepanjang sejarahnya, Brunei tercatat hanya mengalami dua kali pertikaian politik. Pertama, tak lama setelah kedatangan orang Eropa pertama di Brunei. Pada tahun 1521, pelaut Spanyol Magellan mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan rakyat dipicu ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam pemerintahan.
Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana menteri gagal memadamkan pemberontakan itu. Akhirnya bantuan asing dipimpin petualang Inggris, James Brooke pun ikut campur tangan atas permintaan sultan. Sebagai bayaran atas kesuksesan Brooke menumpas pemberontakan, ia diangkat sebagai raja atas wilayah Kuching, Bau dan Lundu. Akhirnya, sejak 1888 Brunei menjadi daerah protektorat Inggris.
Pada 1962, terjadi pemberontakan rakyat yang kedua dipimpin oleh Azhari. Ia menuntut kemerdekaan Kalimantan Utara yang meliputi wilayah Shabah, Serawak dan Brunei. Namun pemberontakan yang memperoleh dukungan pemerintah Soekarno di Indonesia saat itu, berhasil dipatahkan tentara Inggris. Baru pada 1971, Inggris memberikan kebebasan untuk menjalankan pemerintahan sendiri kepada Brunei.
Meski cukup lama berada di bawah pengaruh kolonialisme Inggris, namun secara kultural Islam sangat mewarnai kehidupan rakyat dan pemerintah Brunei. Islam menjadi agama mayoritas (63 persen) yang dianut rakyat Brunei, kedua agama Budha (14 persen) dan Kristen (8 persen). Brunei memberikan pendidikan gratis pada masyarakatnya.n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar