Pangeran
Mangkubuni atau Pangeran Kabanaran adalah adik Sunan Pakubuwana II.
Sunan Pakubuwana II pernah berjanji akan menyerahkan sebidang tanah
kepada Pangeran Mangkubumi, apabila Pangeran Mangkubumi dapat mendudukan
Mas Said. Tetapi janji itu tak pernah ditepati. Akibatnya timbul
perselisihan antara Pakubuwana II disatu pihak dengan Pangeran
Mangkubumi dan Mas Said dilain pihak. Belanda ikut campur tangan.
Ketika
Pangeran Mangkubumen mulai berkobar, tahun 1749 Sunan Pakubuwono wafat.
Sebelum wafat, almarhum sempat menitipkan kerajaan Mataram kepada
Kompeni. Kemudian kompeni mengangkat Putera Sunan Pakubuwono II menjadi
raja Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwono III, atau Kanjeng Sunan
Pakubuwono Senapati Nglanga Ngabdoerahman Sajidin Panatagama Tata
Pandita Rasaning Boemi, pada hari Senen pagi bulan Sura, Alip 1675 tahun
jawa.
Dalam
perang Mangkubumen yang terjadi disebelah barat sungai Bogowonto,
pasukan Banyumas dipimpin oleh TumengungYudanegara III (Adipati
Banyumas). Sedangkan Dipayuda I, yaitu Ngabehi Karanglewas yang diangkat
oleh Susuhunan Pakubuwana II pada hari Jumat Wage tanggal 10 Maulud
1674 Jimahir atau 28 Pebruari tahun 1749 M dan Kiai Arsantaka bertindak
sebagai Komandan Kesatuan bawahannya. Mereka berpihak pada Pakubuwana
III yang mendapat bantuan bantuan dari kompeni. Pasukan kompeni dibawah
pimpinan Majoor dan Kapten Hoetje.
Sementara
itu pasukan Mangkubumen dalam meghadapi lawan, telah menggunakan taktik
perang gerilya. Dengan demikian mereka berhasil menjebak serta
membinasakan Pakubuwana III dan kompeni yang berjumlah besar. Majoor de
Clerx, Kapten Hoetje dan Dipayuda I pada tanggal 12 Desember 1751(Minggu
legi 22 Sura Jumawal 1677 Jawa) tewas dalam pertempuran itu. Jenazah
Dipayuda I hilang. Sedangkan 40 orang serdadu Belanda (kompeni) yang
bersembunyi di desa Ganggang ditawan. Pangeran Kabanaran beristirahat
(mesanggrah) di Cengkawak.
Melihat
kenyataan ini pembesar-pembesar VOC cemas. Mereka segera membujuk
Pangeran Mangkubumi agar mau berdamai. Bujukan itu ternyata berhasil.
Tahun 1755 ditandatangani perjanjian Gianti yang isinya: Kerajaan
Mataram dipecah menjadi dua. Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran
Mangkubumi dan Mataram timur tetap dikuasai Sunan Pakubuwana III.
Kemudian
Pangeran Mangkubumi bertahta menjadi raja dengan gelar Sultan
Hamengkubuwono I. Sebagai patihnyadiangkat Raden Tumenggung Yudanegara
III, yang bergelar Kanjeng Raden Adipati Danureja I. Pengangkatan ini
sebenarnya bersifat politis, karena meskipun Tumenggung Yudanegara III
semula dianggap sebagai lawan, namun ia mempunyai pengaruh sangat besar
dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat Banyumas. Kerajaan Mataram
barat disebut Ngayoyakarta Hadiningrat yang sekarang lebih dikenal
dengan nama Jogjakarta.
Mas
Said masih terus melanjutkan perlawanan. Tahun 1757 ia terpaksa
mengadakan perdamaian. Dlam perjanjian Salatiga ditetapkan, bahwa daerah
Mataram Timur (Surakarta) dipecah menjadi dua. Sebagian tetap menjadi
kekuasaan Sunan Pakubuwana III, sebagian lagi diserahkan kepada Mas
Said.
Mas Said kemudian bergelar Mangkunegara, dan daerahnya disebut Mangknegaraan.
Sumber : Babad dan Sejarah Purbalingga, Tri Atmo; Pemerintah DATI II Purbalingga; 1984.
Sejarah Purbalingga
Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika membicarakan
sejarah Purbalingga
adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan
tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya
bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati
Onje
II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan
Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa
Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil
anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng
Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740 – 1760, Kyai
Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk
wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah
pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari,
Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat
yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika
terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen,
yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku
Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap
kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam
perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten
Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka
kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R.
Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai
Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra
Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan
bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa
pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai
Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan
dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan
pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga ini bisa
kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan
dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad
Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat
buah kitap babat tsb, maka dalam merekonstruksi sejarah Purbalingga,
juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang
tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan
sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun
1996 tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa
hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Peninggalan Sejarah
Selain
kekayaan budaya dan beberapa macam upacara tradisional, di Purbalingga
terdapat berbagai peninggalan sejarah purbakala. Benda- benda purbakala
tersebut tersebar di wilayah Purbalingga, antara lain :
- Batu Lingga
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga, merupakan penginggalan nenek moyang.
- Gua Genteng
Berada
di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga. Gua
ini letaknya di lereng bukit terbentuk dari lelehan lava yang membeku,
gua ini kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin bersemedi.
- Giri Cendana
Berada
di desa Kojongan kecamatan Bojongsari + 5 km dari kota Purbalingga.
Merupakan makam Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati Dipokusumo,
Adipati Dipokusumo ini memegang tapuk pimpinan pemerintahan Kabupaten
Purbalingga, yaitu Dipokusumo II,III, IV, V dan VI, sedangkan adipati
yang pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah
pada saat ditetapkannya KabupatenPurbalingga pada tanggal 18 Desember
18830.
- Gombangan
Berada di Dukuh Brubahan
Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari + 5 km ke utara dari arah kota
purbalingga. Merupakan tempat mandi yang berupa sumber mata air dan
ramai dikunjungi pada malam hari, terutama pada malam jum?at kliwon.
Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat memberikan tuah
bagi yang mandi ditempat ini dan konon awet muda, dapat mendapatkan
jodoh dan naik derajat.
- Sendang / Petirtaan
Berada
di desa Semingkir, Kecamatan Kutasari + 7 km dari kota Purbalingga.
Sendang ini konon dapat memberikan tuah bagi yang mempercayainya. Di
kunjungi pada malam malam tertentu.6. MAKAM KYAI WILAH Berada di desa
Karangsari kecamatan Kalimanah + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan
tokoh beragama islam yang cukup berpengaruh. Tempat ini sering
dikunjungi orang-orang yang ingin mendoakan dan mengharap berkah dan
dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
- Batu Lingga, Yoni dan Palus
Berada di Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon + 14 km dari kota Purbalingga. Merupakan peninggalan pada masa hindu.
- Makam Narasoma
Berada
di kelurahan Purbalingga Lor kecamatan Purbalingga9. ARDI LAWET
Berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang + 30 km dari kota
Purbalingga. Merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar
pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh
Jambu Karang, seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Kab.
Purbalingga. Di tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang
yang dikeramatkan. Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang
malam Jum?at kliwon atau Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan
yang paling ramai dikunjungi adalah Rabu Pon Bulan Suro. Untuk mencapai
lokasi ke Ardi Lawet dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu :
Purbalingga – Bobotsari – Karanganyar – Karangmoncol – Rajawana –
Panusupan – Ardi Lawet, atau Purbalingga – Kaligondang – Pengadegan –
Rembang – Rajawana – Panusupan – Ardilawet
Sumber: http://kotaperwira.com/profil/sejarah-purbalingga#ixzz2DURCZckV
http://facebook.com/kotaperwiracom
Sejarah Purbalingga
Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika membicarakan
sejarah Purbalingga
adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan
tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya
bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati
Onje
II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan
Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa
Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil
anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng
Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740 – 1760, Kyai
Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk
wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah
pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari,
Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat
yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika
terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen,
yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku
Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap
kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam
perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten
Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka
kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R.
Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai
Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra
Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan
bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa
pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai
Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan
dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan
pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga ini bisa
kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan
dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad
Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat
buah kitap babat tsb, maka dalam merekonstruksi sejarah Purbalingga,
juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang
tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan
sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun
1996 tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa
hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Peninggalan Sejarah
Selain
kekayaan budaya dan beberapa macam upacara tradisional, di Purbalingga
terdapat berbagai peninggalan sejarah purbakala. Benda- benda purbakala
tersebut tersebar di wilayah Purbalingga, antara lain :
- Batu Lingga
Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga, merupakan penginggalan nenek moyang.
- Gua Genteng
Berada
di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga. Gua
ini letaknya di lereng bukit terbentuk dari lelehan lava yang membeku,
gua ini kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin bersemedi.
- Giri Cendana
Berada
di desa Kojongan kecamatan Bojongsari + 5 km dari kota Purbalingga.
Merupakan makam Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati Dipokusumo,
Adipati Dipokusumo ini memegang tapuk pimpinan pemerintahan Kabupaten
Purbalingga, yaitu Dipokusumo II,III, IV, V dan VI, sedangkan adipati
yang pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah
pada saat ditetapkannya KabupatenPurbalingga pada tanggal 18 Desember
18830.
- Gombangan
Berada di Dukuh Brubahan
Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari + 5 km ke utara dari arah kota
purbalingga. Merupakan tempat mandi yang berupa sumber mata air dan
ramai dikunjungi pada malam hari, terutama pada malam jum?at kliwon.
Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat memberikan tuah
bagi yang mandi ditempat ini dan konon awet muda, dapat mendapatkan
jodoh dan naik derajat.
- Sendang / Petirtaan
Berada
di desa Semingkir, Kecamatan Kutasari + 7 km dari kota Purbalingga.
Sendang ini konon dapat memberikan tuah bagi yang mempercayainya. Di
kunjungi pada malam malam tertentu.6. MAKAM KYAI WILAH Berada di desa
Karangsari kecamatan Kalimanah + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan
tokoh beragama islam yang cukup berpengaruh. Tempat ini sering
dikunjungi orang-orang yang ingin mendoakan dan mengharap berkah dan
dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
- Batu Lingga, Yoni dan Palus
Berada di Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon + 14 km dari kota Purbalingga. Merupakan peninggalan pada masa hindu.
- Makam Narasoma
Berada
di kelurahan Purbalingga Lor kecamatan Purbalingga9. ARDI LAWET
Berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang + 30 km dari kota
Purbalingga. Merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar
pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh
Jambu Karang, seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Kab.
Purbalingga. Di tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang
yang dikeramatkan. Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang
malam Jum?at kliwon atau Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan
yang paling ramai dikunjungi adalah Rabu Pon Bulan Suro. Untuk mencapai
lokasi ke Ardi Lawet dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu :
Purbalingga – Bobotsari – Karanganyar – Karangmoncol – Rajawana –
Panusupan – Ardi Lawet, atau Purbalingga – Kaligondang – Pengadegan –
Rembang – Rajawana – Panusupan – Ardilawet
Sumber: http://kotaperwira.com/profil/sejarah-purbalingga#ixzz2DURCZckV
http://facebook.com/kotaperwiracom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar