MANJA tapi tomboi. Itulah kesan awal yang terlihat saat pertama kali bertemu dengan Andina Arbarini. Gadis yang akrab disapa Dina itu mempunyai postur tubuh tinggi dengan badan berisi. Rambut seleher, memberikan ciri khusus bahwa ia baru saja menjalankan tugas sebagai salah satu pengibar bendera pusaka di Istana Negara.
Jumat, 24 Agustus saat FAJAR menyambangi kediaman Dina di bilangan Jalan Alauddin Makassar, ia pun tak keberatan berkisah panjang lebar. Sudah pasti, ia menceritakan soal pengalaman dan kesannya selama mengikuti proses paskibraka tahun 2012 ini.
"Saya mulai mengenal paskibraka saat baru masuk SMA. Waktu itu, semua siswa baru diwajibkan mengikuti salah satu eskul di sekolah. Mulanya saja saya diperhadapkan antara memilih eskul basket dan paskib. Ya, karena ada sedikit campur tangan senior, akhinya saya memilih eskul paskib," ujar Dina mengawali kisahnya.
Dari situ, dara kelahiran 2 Agustus 1996 itu mulai merasa jatuh hati dengan paskibra. Rutinitas latihan serta keakraban di antara anggota eskul paskib membuatnya betah dengan dunia baris-berbaris itu.
Hingga pada akhirnya, awal tahun 2012 tepatnya 12 Februari lalu, tim Purna Paskibra Indonesia (PPI) melakukan kunjungan ke SMAN 14 Makassar tempat Dina menimbah ilmu. Ketika itu, Dina terpilih menjadi salah satu dari 10 orang dari sekolahnya yang mewakili untuk seleksi tingkat Kota Makasssar.
Pada seleksi tingkat Kota Makassar yang diikuti sebanyak 70 orang peserta dari wakil sekolah yang ada di kota ini, Dina selanjutnya kembali terpilih menjadi salah satu dari empat siswa yang mewakili Kota Makassar untuk seleksi tingkat provinsi.
Tepatnya bulan Maret lalu, Dina pun mengikuti seleksi tingkat provinsi. Pada tahap itu juga ditentukan dua siswa yang terdiri dari satu pria dan satu wanita yang akan mewakili Sulsel ke Istana Negara.
"Setelah mengikuti rentetan seleksi. Saya dengan tenang menunggu pengumuman. Awalnya saya tidak yakin bisa terpilih, apalagi setelah menyaksikan kemampuan serta wajah peserta lainnya yang terlihat lebih manis," kata Dina merendah.
Namun dari berbagai penilaian dari tim penyeleksi, akhirnya Dina dan salah satu siswa dari SMAN 2 Model Watampone, Aqza Jufri sebagai wakil Sulsel pada paskibraka nasional.
Memang bukan hal yang mudah untuk lolos sebagai wakil Sulsel di Istana Negara. Sebelum mengikuti seleksi, siswa yang mengaku senang bermain basket itu melakukan banyak persiapan.
Kemampuan PBB yang sudah terasah dari eskul di sekolahnya, terus ia tingkatkan dengan banyak bertanya dan belajar dari seniornya. Untuk pengetahuan budaya dan seni, Dina gali dari guru kesenian di sekolahnya yakni Ibu Sri. Begitu dengan orang tua yang selalu memberi motivasi dan dukungan moril.
Tepat 15 Juli 2012, Dina meninggalkan Kota Makassar menuju Jakarta untuk mengikuti pelatihan selama lebih kurang 30 hari lamanya. Tentu, selama mengikuti proses pelatihan Dina juga kadang merasa bosan, lelah dan bahkan sangat rindu kepada kedua orang tuanya. Apalagi Dina yang sangat dekat kepada ibu dan bapaknya itu terbiasa diperlakukan istimewa oleh keduanya. Betapa tidak ia, merupakan anak bungsu sulit bangun pagi.
"Paling kangen itu pas hari ulang tahun. Ulang tahun saya kan 2 Agustus sementara saya cuma dijenguk lima hari sebelum ulang tahun dan itu pun hanya sekali. Komunikasi sama sekali tidak ada, namun saya berusaha untuk tetap semangat dan menekan rasa rindu sama orang tua," katanya.
Masa-masa sulit saat menyesuaikan diri dengan lingkungan bisa dilakui Dina. Dari berbagai materi yang diberikan saat karantina menjadikan Dina lebih berjiwa tangguh. Kebiasaan bangun pukul 03.00 Subuh membuatnya meninggalkan kebiasaan malas bangun pagi.
Apalagi, saat karantina rasa tanggung jawab Dina benar-benar dilatih. Itu karena dia terpilih menjadi Sekretaris Lurah di antara paskibraka yang lain. Sungguh pengalaman menjadi alumni paskibraka membuat Dina, kini semakin mandiri. (iad/aci)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar