Purbalingga, (ANTARA News) - Purbalingga yang memiliki luas wilayah 7.777,64 kilometer persegi atau sekitar 2,39 persen luas Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu kabupaten yang pro-investasi.

Meskipun kecil, kabupaten ini dilirik banyak investor asing terutama dari Korea Selatan guna menanamkan modalnya di bidang industri rambut dan bulu mata palsu di samping investasi lainnya berupa industri kerajinan kayu yang dilakukan oleh pengusaha asal Jepang.

Dari 31 industri rambut palsu di Purbalingga, 18 di antaranya merupakan penanaman modal asing (PMA) dari pengusaha asal Korea Selatan.

Kendati sektor industri di Purbalingga tumbuh pesat, keberadaan kabupaten ini "sulit" terjangkau karena minimnya sarana transportasi yang memadai.

Dalam hal ini, sarana transportasi umum menuju Purbalingga hanya mengandalkan bus karena jika menggunakan jasa kereta api, harus turun di Stasiun Besar Purwokerto, Kabupaten Banyumas, dan selanjutnya disambung dengan taksi atau bus.

Sementara jika menggunakan pesawat terbang, harus melalui Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adisutjipto Yogyakarta, atau terdekat di Bandara Tunggul Wulung Cilacap yang berjarak sekitar 70 kilometer.

Meskipun demikian, Bandara Tunggul Wulung Cilacap hingga saat ini hanya melayani tiga kali jasa penerbangan dalam satu hari, yakni pagi, siang, dan sore dengan tujuan Halim Perdanakusumah Jakarta maupun sebaliknya yang dilayani oleh Susi Air.

Di Purbalingga sebenarnya ada Lapangan Udara (Lanud) Wirasaba yang berlokasi di Desa Wirasaba, Kecamatan Bukateja.

Akan tetapi, Lanud Wirasaba bukanlah bandara komersial yang melayani penerbangan umum karena tempat ini milik TNI Angkatan Udara sehingga hanya digunakan untuk kepentingan militer.

Sulitnya jasa transportasi menuju Purbalingga ini diakui Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Dinperindagkop) Purbalingga Agus Winarno yang ditemui ANTARA dalam sebuah kegiatan.

"Berdasarkan informasi dari Kemenko Perekonomian, ada orang Afrika yang menanyakan daerah produsen rambut dan bulu mata palsu. Kementerian pun memberitahukan bahwa rambut dan bulu mata palsu tersebut diproduksi di Purbalingga," katanya.

Akan tetapi, kata dia, orang Afrika tersebut hingga sekarang belum datang ke Purbalingga setelah tahu tidak ada bandara komersial di kabupaten ini.

Menurut dia, para pebisnis sering kali menilai perjalanan dari Jakarta menuju Purbalingga selama lima jam menggunakan kereta api merupakan pemborosan waktu.

Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya berharap Lanud Wirasaba yang dikelola oleh TNI Angkatan Udara dapat segera menjadi bandara komersial sehingga mempermudah akses bisnis.

Dirintis 2006
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bagian Humas Sekretariat Daerah Purbalingga, langkah yang telah ditempuh untuk mewujudkan Lanud Wirasaba sebagai bandara komersial sudah dirintis sejak 2006 dengan melakukan studi kelayakan terhadap pengembangan Lanud Wirasaba.

Selanjutnya, pada 2007 dilakukan penyusunan rencana induk pengembangan (RIP) "master plan" Lanud Wirasaba dan pada tahun itu pula Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) mengeluarkan izin pemanfaatan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial yang tertuang dalam surat KSAU tertanggal 30 April 2007.

Rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial berlanjut pada 2008 dengan penyusunan "Detail Engineering Design (DED) yang selanjutnya dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kemudian ditetapkan dalam Peraturan Daerah Purbalingga Nomor 5 Tahun 2011.

Rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial pun telah dipaparkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan pada Juli 2011.

Tekat Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk mewujudkan rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial inipun semakin bulat setelah adanya pertemuan 12 bupati/wali kota dari wilayah Jateng bagian selatan dan barat di Purbalingga awal Februari silam yang dimotori Bupati Banyumas Mardjoko.

"Dalam pertemuan 12 kabupaten/kota wilayah Jateng bagian selatan dan barat, kita sudah sepakat untuk mengembangkan Lanud Wirasaba, guna menunjang perkembangan ekonomi dan pariwisata," kata Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko.

Menurut dia, pengembangan landasan pacu di Lanud Wirasaba masih sangat memungkinkan, jika dibanding perpanjangan landasan Bandara Tunggul Wulung Cilacap.

Ia mengatakan, landasan pacu Wirasaba yang saat ini hanya sekitar 850 meter dapat dikembangkan menjadi 2.500 meter karena lahannya masih sangat memungkinkan.

Sementara Bupati Banyumas Mardjoko menyatakan kesiapannya untuk melakukan lobi dengan para pejabat di Jakarta guna mewujudkan Bandara Wirasaba di Purbalingga.

Kesiapan tersebut dibuktikan dengan kedatangan Bupati Banyumas Mardjoko, Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko, Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo, Bupati Kebumen Buyar Winarso, dan Bupati Wonosobo Kholiq Arif di Markas Besar TNI Angkatan Udara, Cilangkap, Jakarta, guna menemui KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat dan Panglima Komando Operasi TNI-AU I Marsekal Muda Bagus Puruhito pada 5 September silam untuk membahas rencana pengembangan Lanud Wirasaba.

Pertemuan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan kunjungan Pangkoops TNI-AU I Marsda Bagus Puruhito di Lanud Wirasaba, Purbalingga, pada 6 September 2012.

"Lampu hijau"
Dalam kunjungannya, Marsda Bagus Puruhito mengatakan, KSAU telah memberikan "lampu hijau" terhadap rencana pengembangan Lanud Wirasaba menjadi bandara komersial.

"Bagi kami, Angkatan Udara, sangat berterima kasih dengan rencana pengembangan ini karena selain dapat meningkatkan kepentingan ekonomi di wilayah ini, juga dapat mendukung operasi militer jika lanud ini diperbesar," kata dia didampingi Bupati Banyumas Mardjoko, Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko, serta Wakil Bupati Kebumen Djuwarni.

Kendati demikian, dia mengatakan, rencana pengembangan Lanud Wirasaba masih dalam proses perundingan dan nantinya akan dilakukan survei terkait kepentingan pemerintah daerah, masyarakat, dan TNI-AU.

Setelah itu, kata dia, akan dicari bagaimana bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan.

Terkait hal itu, Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko mengatakan, pihaknya bersama bupati di wilayah Jateng selatan-barat akan segera membicarakan rencana pengembangan Lanud Wirasaba termasuk mengurus perizinannya kepada Kementerian Perhubungan.

"Mudah-mudahan tidak terlalu lama. Dengan kondisi seperti saat ini sebenarnya bisa didarati pesawat-pesawat kecil, namun tentunya semua itu ada regulasinya," kata dia menjelaskan.

Sementara pemilik maskapai penerbangan Susi Air yang turut hadir di Lanud Wiraba, Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya siap membuka rute penerbangan Halim Perdanakusumah-Wirasaba jika sudah ada izinnya.

"Kami masih memiliki kapasitas di Pulau Jawa. Susi Air siapkan 10 persen armadanya untuk Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra," katanya.

Terkait rute penerbangan Halim Perdanakusumah-Wirasaba, dia mengatakan, pihaknya akan menyiapkan pesawat jenis Caravan yang berkapasitas 12 penumpang dan sementara hanya satu kali dalam sehari.

"Kita tidak suka transit, Susi Air selalu buka rute `direct` (langsung)," katanya.

Saat ini di Jawa Tengah telah ada empat bandara, dua di antaranya dikelola oleh PT Angkasa Pura I, yakni Bandara Ahmad Yani Semarang dan Bandara Adisumarmo Solo, sedangkan dua bandara lainnya adalah Bandara Tunggul Wulung Cilacap yang dikelola Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Udara Kelas III dan Bandara Dewadaru di Pulau Karimunjawa yang dikelola UPT Ditjen Perhubungan Udara Kelas IV.

Jika Bandara Wirasaba ini terwujud, berarti di Jawa Tengah akan ada lima bandara yang siap melayani jasa penerbangan bagi warga di provinsi ini.

Akan tetapi semua itu tergantung dari izin Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam membuka bandara baru, salah satunya ketentuan jarak minimal 100 kilometer dengan bandara lainnya, kecuali untuk penerbangan perintis.